viral❗️Seorang Pria Pasrah Jadi Tumbal Proyek, Demi Menutupi Hutang Keluarga
Oleh Redaksi – 29 Mei 2025
Kota Semarang – Sebuah kisah memilukan datang dari seorang pria asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang diduga menjadi korban dalam sebuah proyek konstruksi besar. Pria berinisial R (34), yang sebelumnya bekerja sebagai buruh harian lepas, kini menjadi sorotan setelah kisahnya terkuak: rela mengorbankan dirinya menjadi "tumbal proyek" demi melunasi hutang keluarganya yang menumpuk.
Kisah ini pertama kali mencuat ke publik setelah video singkat berdurasi 2 menit tersebar di media sosial, memperlihatkan R menangis sambil mengucapkan pamit kepada anak dan istrinya. Dalam video tersebut, R tampak mengenakan helm proyek dan rompi keselamatan, namun suasana yang ditampilkan jauh dari kesan aman. Ia menyampaikan bahwa dirinya “harus pergi menjalani tugas yang tidak bisa ditolak.”
Dibalik Tugas “Khusus”
Menurut pengakuan warga sekitar dan keluarga, R dipekerjakan oleh sebuah subkontraktor untuk proyek pembangunan bendungan di perbatasan Kabupaten Kendal dan Temanggung. Namun, pekerjaannya bukanlah pekerjaan biasa. R diduga ditugaskan untuk menjalani pekerjaan yang sangat berisiko, bahkan disebut-sebut sebagai pekerjaan yang "mustahil selamat".
"Dia bilang ke saya, kalau tugasnya itu bukan kerja biasa. Dia harus masuk ke terowongan air di malam hari, sendiri, tanpa pengamanan cukup. Katanya, kalau selamat, hutang keluarga akan dilunasi," ujar Yanti (32), istri R, dengan mata sembab.
Yanti mengungkapkan bahwa keluarga mereka memiliki utang hampir Rp80 juta kepada rentenir, akibat biaya pengobatan orang tua dan pinjaman usaha kecil yang gagal.
"Suami saya orang baik, dia tidak pernah neko-neko. Tapi waktu itu dia bilang, 'Saya harus ambil kerja ini, biar kamu dan anak-anak nggak dikejar-kejar orang tiap hari.' Saya kira cuma kerja lembur. Tapi ternyata lebih dari itu," tambah Yanti.
Dugaan Praktik "Tumbal Proyek"
Praktik "tumbal proyek" sering dikaitkan dengan kepercayaan mistis di masyarakat, di mana untuk kelancaran pembangunan proyek besar seperti bendungan, jalan tol, atau gedung pencakar langit, konon dibutuhkan "pengorbanan nyawa". Meskipun tidak pernah terbukti secara hukum, cerita seperti ini terus berkembang, apalagi jika dikaitkan dengan insiden misterius di lokasi proyek.
R sendiri menghilang sejak dua pekan lalu. Pihak keluarga melaporkan ke polisi, namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai keberadaannya. Anehnya, pihak subkontraktor menolak memberikan keterangan rinci, hanya menyebut bahwa R "tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi".
"Kalau memang dia kabur, pasti ada jejak. Tapi ini benar-benar hilang, bahkan ponselnya terakhir terdeteksi di dalam area proyek," ujar Danu, kakak R, yang kini terus mendesak pihak kepolisian untuk menyelidiki lebih dalam.
Respons Pemerintah dan Pihak Proyek
Setelah kasus ini menjadi viral di media sosial dan mendapat perhatian dari beberapa tokoh publik, pemerintah daerah akhirnya turun tangan. Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, H. Supriyono, menyatakan akan menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran ketenagakerjaan dan dugaan eksploitasi terhadap R.
"Kami tidak bisa membenarkan kalau ada pekerja yang diberikan tugas yang melampaui batas keselamatan. Jika memang terbukti ada tekanan atau unsur paksaan, tentu ada pelanggaran serius," ujarnya dalam konferensi pers singkat, Rabu pagi (29/5).
Sementara itu, pihak proyek utama yang dikelola oleh konsorsium nasional menyebut bahwa mereka "tidak mengetahui adanya praktik seperti itu", dan menyatakan akan melakukan audit internal terhadap subkontraktor yang mempekerjakan R.
Namun, publik terlanjur geram. Di media sosial, tagar #TumbalProyek menjadi trending topic nasional. Banyak netizen membandingkan kasus ini dengan cerita-cerita serupa yang pernah muncul di masa lalu, namun tak pernah tuntas secara hukum.
Kisah R Menjadi Cermin Realitas
Fenomena ini mencerminkan ironi besar di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur: ketika ambisi besar negara justru bisa mengorbankan orang kecil. R, seorang ayah dua anak, merasa tidak punya pilihan lain selain menerima pekerjaan yang bisa mengakhiri hidupnya, demi keluarganya yang terbelit utang.
"Ini bukan sekadar cerita mistis atau tahayul. Ini soal bagaimana tekanan ekonomi bisa membuat seseorang merasa nyawanya tidak lebih berharga daripada selembar surat kontrak," kata Eko Santoso, aktivis buruh yang kini mendampingi keluarga R.
Menurut Eko, banyak buruh harian yang berada di posisi serupa, bersedia mengambil risiko besar tanpa perlindungan yang memadai. “Kita tidak bisa menutup mata, bahwa dalam sistem kerja yang eksploitatif, kadang ada orang-orang yang memang diposisikan untuk 'dikorbankan', baik secara sadar atau tidak.”
Posting Komentar